ROKANHILIR – Setelah menelusuri masalah maraknya Usaha Galian C illegal di kawasan Rokan Hilir (Rohil), terjawab sudah, ternyata:
“Tidak satupun Usaha Galian C di Rohil yang memiliki izin resmi dari pemerintah,” ujar Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Riau, Dr. Indra Agus Lukman, AP.,M.Si melalui surat resmi tertanggal 21 Januari 2021.
Penjelasan ini, sekaligus mengindikasikan dugaan tindakan pidana atas penimbunan Hutan Kota Bagan Siapiapi, karena diduga ditimbun dari tanah galian illegal.
“Ancamannya sangat jelas, bagi yang menampung (membeli), menggunakan, pengangkutan, dan menjual, diancam 5 tahun kurungan dan denda Rp 100 M,” ujar Andi Nugraha, S.H., Praktisi Hukum di Bagan Siapiapi.
Dengan demikian jelas Andi, pengusaha Galian C illegal, Kontraktor serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup Rohil, yang terlibat dalam aktivitas penimbunan Hutan Kota Bagan Siapiapi, berpeluang terancam pidana penjara 5 Tahun denda Rp 100 M.
“Jadi, pembangunan Hutan Kota Bagan Siapiapi, jika memang ditimbun dari Tanah Galian C illegal, masalah ini tidak main-main. Ini pidana berat,” tegasnya.
Andi menjelaskan, Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009, yang diubah dalam Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba adalah Konstitusi yang mengatur Usaha Galian C.
“Petunjuk Teknisnya diatur dalam PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang: Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba,” tambahnya.
Sedangkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tuturnya, mengatur tentang Pajak dan Retribusi-nya.
“Jadi, sekali lagi saya jelaskan. Masalah Usaha Galian C illegal, memang tidak sederhana. Tindakan ini disanksi pidana berat,” katanya.
Andi kemudian, menyampaikan analisisnya. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, Pasal 161 jelasnya, mengancam pidana 5 tahun penjara bagi: Setiap orang yang menampung, mamanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat 3 huruf C dan huruf G, pasal 104 atau pasal 105, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 Miliar (Seratus Miliar rupiah).
Selain itu, kata Andi, apabila ada indikasi suatu proyek pembangunan menggunakan material dari penambangan tidak berizin, maka kontraktornya juga bisa dipidana.
“Ancamannya berdasarkan aturannya bagi yang menampung (membeli), menggunakan, pengangkutan, dan menjual, diancam 5 tahun kurungan dan denda Rp 100 M,” tegas Andi Nugraha.
Ironisnya, Kadis LH Rohil Suwandi, ketika dimintai konfirmasi mengakui, tindakannya itu menyalahi hukum.
“Ya gimana lagi, Proyek harus segera diselesaikan,” kata Suwandi, kepada awak media, diruang kerjanya, Rabu (27/1) silam.**