Digeruduk Massa karena Ijazah: Jokowi, Simbol Kepercayaan Publik yang Retak

Oleh: Irwandi Aziz

Sorotlensa.com, Nasional – Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah rumah pribadinya digeruduk oleh ratusan orang dan aktivis yang menuntut agar ia memperlihatkan ijazah asli kelulusannya. Peristiwa ini bukan sekadar aksi biasa, melainkan mencerminkan realitas sosial-politik yang menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap simbol-simbol kekuasaan dapat runtuh kapan saja, bahkan setelah dua periode kepemimpinan.

Jokowi, yang dikenal sebagai sosok presiden yang merakyat dan sederhana, kini kembali ke status “warga biasa” setelah masa jabatannya berakhir. Namun, kediamannya yang digeruduk massa tidak hanya mengguncang rumahnya, tetapi juga kredibilitas dan warisan politik yang telah dibangunnya selama ini.

Dalam menghadapi insiden ini, Jokowi menunjukkan sikap tenang dan tidak memberikan respons berlebihan. Ia memilih untuk tidak berkomentar secara emosional dan lebih memilih jalur hukum untuk membuktikan keaslian ijazahnya. Sikap ini dianggap oleh sebagian orang sebagai bentuk kedewasaan politik, namun ada pula yang menilai bahwa ini merupakan sikap defensif yang menghindari transparansi langsung.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa isu keaslian ijazah Jokowi masih menjadi polemik meskipun ia telah menjabat sebagai presiden selama dua periode. Meskipun Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga pendidikan telah memberikan klarifikasi mengenai dokumen akademiknya, banyak masyarakat yang masih meragukan kredibilitas institusi tersebut. Hal ini menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap lembaga formal, di mana masyarakat mencari pembuktian langsung, bahkan dengan cara-cara yang tidak konstitusional.

Irwandi Aziz, Akademisi dan pengamat

Fenomena ini juga mencerminkan dampak dari populisme yang dibangun Jokowi selama masa jabatannya. Ia dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat, namun ketika masyarakat merasa dikhianati, reaksi mereka bisa sangat emosional. Di tengah gejala post-truth society, di mana persepsi sering kali lebih penting daripada fakta, tantangan baru muncul dalam demokrasi digital.

Selama dua periode kepemimpinannya, Jokowi telah mencetak banyak warisan, termasuk pembangunan infrastruktur dan transformasi digital. Namun, semua itu terancam oleh satu isu yang tak kunjung usai: keaslian ijazah. Untuk mempertahankan warisan politiknya, Jokowi perlu mempertimbangkan pendekatan komunikasi publik yang lebih terbuka dan langsung.

Apa yang dialami Jokowi saat ini bukan hanya ujian atas dokumen pendidikan, tetapi juga ujian kepercayaan. Massa yang mendatangi rumahnya mencerminkan kebutuhan rakyat untuk diyakinkan secara langsung. Jika tidak ditanggapi dengan hati-hati, bukan hanya nama Jokowi yang akan terguncang, tetapi juga keyakinan terhadap seluruh sistem demokrasi di Indonesia.