Jabatan Pimpinan Sementara Dinilai Cacat Hukum, Legalitas Keputusan DPRD Dumai Dipertaruhkan

Prapto Sucahyo A,Md


Dumai
– Sejalan dengan pengambilan sumpah/janji jabatan dalam pelantikan 30 orang anggota DPRD Kota Dumai hasil pemilihan umum (Pemilu) 2019 di Gedung DPRD Jalan Tuanku Tambusai, Bagan Besar beberapa waktu lalu, tepatnya selasa (3/9/2019), rapat paripurna yang diawali dengan pembacaan Surat Keputusan (SK) Gubernur Riau Nomor KPTS: 982/VIII/2019 tertanggal 27 Agustus 2019 tentang pemberhentian dan pengangkatan DPRD Kota Dumai oleh Sekwan H Fridarson SH tersebut juga menetapkan pimpinan sementara DPRD dimana jabatan ketua sementara dan wakil ketua sementara DPRD, masing-masing diduduki oleh Supriyanto, SH dari Partai Demokrat dan Hj. Haslinar, S.Sos dari Partai Nasdem. Komposisi jabatan tersebut dikatakan merupakan hasil musyawarah partai politik yang bersangkutan guna menindaklanjuti keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor: 49/PL.01.9-KPT/1472/Kota/VIII/ 2019 tanggal 10 Agustus 2019 tentang Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik Peserta Pemilihan Umum DPRD Kota Dumai Tahun 2019. 

Pertanyaannya, apakah keputusan DPRD tersebut memenuhi asas legalitas…??
Sebagai rambu-rambu bagi DPRD dalam penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD sebenarnya telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota. 
Dalam Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah tersebut secara eksplisit dinyatakan bahwa dalam hal Pimpinan DPRD belum terbentuk DPRD dipimpin oleh pimpinan sementara yang ditetapkan sesuai dengan undang-undang mengenai pemerintahan daerah. 
Menurut penilaian kami, penggunaan Pasal 165 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai dasar hukum dalam pengisian jabatan ketua sementara dan wakil ketua sementara DPRD Kota Dumai sesuai Pengumuman Nomor: 175/456/SET-DPRD tentang Pimpinan Sementara DPRD Kota Dumai tanggal 28 Agustus 2019 yang ditandatangani Sekretaris DPRD sudah salah kaprah. Sebab, memang tidak ada partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sama. Masak Sekwan tak mampu memahami frasa terbanyak sama yang dimaksudkan dalam ketentuan tersebut. Terbanyak sama tentu saja artinya yang paling banyak sama. 
Selanjutnya, Pasal 164 ayat (7) Undang-Undang tersebut menyebutkan dalam hal ketua DPRD kabupaten/kota ditetapkan dari anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wakil ketua DPRD kabupaten/kota ditetapkan dari anggota DPRD kabupaten/kota yang berasal dari partai politik yang memperoleh urutan suara terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat sesuai dengan jumlah wakil ketua DPRD kabupaten/kota. Sesuai ketentuan Pasal 164 ayat (7) tersebut serta keputusan KPU Nomor: 49/PL.01.9-KPT/1472/Kota/VIII/2019, jawaban pertanyaan di atas tentu sudah dapat dibayangkan. Keputusan DPRD Kota Dumai tentu tidak memenuhi asas legalitas jika salah satu unsur pimpinan DPRD tersebut, yakni jabatan wakil ketua sementara DPRD, diduduki partai politik yang tidak berhak. Sebab, kursi pimpinan sementara DPRD tersebut merupakan “jatah” partai politik pemenang pemilu legislatif 2019, yaitu: Patrai Demokrat 5 kursi (20.233 suara); PKS 4 kursi (19.683 suara); dan PDI Perjuangan 4 kursi (18.920 suara). 
Sebagai referensi tambahan mungkin perlu diketahui bahwa Pimpinan DPRD adalah ketua dan wakil ketua DPRD. Pimpinan DPRD merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap. Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD, dan Keputusan Badan Kehormatan DPRD merupakan Produk Hukum Daerah yang bersifat yang bersifat konkrit, individual, dan final (beschikking). 
Permasalahannya kemudian adalah, apakah PKS atau PDI Perjuangan bersedia melepaskan “jatah” kursi pimpinnan DPRD tersebut kepada Partai NasDem akibat “kelalaian” itu? Jika tidak, maka penetapan pimpinan definif DPRD Kota Dumai hampir dipastikan cacat hukum. Sebab Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2018 Jo Pasal 73 ayat (1) Peraturan DPRD Nomor 3 Tahun 2018 tentang Tata Taertib DPRD Kota Dumai menyatakan bahwa Pengganti Pimpinan DPRD yang berhenti berasal dari partai politik yang sama dengan Pimpinan DPRD yang berhenti. Oleh karenanya, guna memenuhi asas legalitas sebaiknya penetapan pimpinan sementara DPRD Kota Dumai ditinjau ulang.***(Rls)