Kaya dari Minyak, Lupa Daratan: Direksi PHR Harus Bertanggung Jawab atas Jejak Luka dan Kelalaian di Riau

Kaya dari Minyak, Lupa Daratan: Direksi PHR Harus Bertanggung Jawab atas Jejak Luka dan Kelalaian di Riau.(Irwandi Aziz)

Oleh: Irwandi Aziz

Kasus meninggalnya dua balita di kolam limbah PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) merupakan tragedi yang tidak hanya menimbulkan luka di hati keluarga korban, tetapi juga mempertanyakan akuntabilitas korporasi dan hukum di Indonesia. Perusahaan negara yang seharusnya menjadi garda depan tata kelola lingkungan yang bertanggung jawab, justru menunjukkan kelalaian fatal yang menelan korban jiwa.

Dalam perspektif hukum lingkungan dan korporasi, kasus ini bukan sekadar insiden kecelakaan. Ini adalah *kelalaian sistematis* yang bisa dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Unsur kerugian nyata, hubungan kausal, dan adanya tindakan yang melanggar kepatutan hukum, semuanya terpenuhi.

Lebih jauh, keberadaan kolam limbah terbuka tanpa pengamanan layak di area yang berpotensi diakses masyarakat merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip strict liability dalam hukum lingkungan. Artinya, *tanggung jawab tidak bergantung pada unsur kesalahan*, tetapi pada keberadaan dampak berbahaya dari kegiatan yang dilakukan.

Sudah saatnya Direksi PHR dipanggil untuk bertanggung jawab secara pribadi dan institusional. Bukan hanya melalui permintaan maaf normatif, tapi lewat langkah hukum konkret baik gugatan perdata dari keluarga korban, maupun penyelidikan pidana lingkungan hidup oleh aparat penegak hukum.

Kekayaan minyak yang telah dikuras dari tanah Riau seharusnya membawa kesejahteraan, bukan petaka. Dan jika PHR—yang telah mengeruk keuntungan luar biasa dari bumi Melayu ini tak mampu menjaga keselamatan warga sekitar, maka wajar jika publik mempertanyakan: *apakah yang mereka kejar hanya untung, sementara nyawa manusia tak lebih dari statistik dalam laporan risiko bisnis?*

Rakyat Riau tak butuh basa-basi. Mereka menuntut keadilan. Dan keadilan tak akan datang jika hukum terus dikebiri oleh kekuasaan korporasi.