Ketika Sungai Nerbit Kecil Menjerit, Ibarat Bisik Lingkungan yang Terabaikan

Aliran sungai Nerbit Kecil. Sumber poto : sekilasriau

DUMAI – Aliran Sungai Nerbit Kecil di Kota Dumai kini menjadi saksi bisu dari konflik antara kepentingan lingkungan dan aktivitas perusahaan. Persoalan yang mencuat hampir tiga pekan ini telah menggugah kesadaran masyarakat lokal, terlebih setelah dugaan penimbunan aliran sungai oleh PT Oleokimia Sejahtera Mas (OSM), salah satu perusahaan di bawah grup Sinarmas. Aksi demo pada 22 Desember 2024 menandai puncak kegelisahan warga, menuntut pemulihan sungai yang disebut-sebut memiliki nilai budaya dan sejarah bagi Kota Dumai.

Namun, persoalan ini tidak sekadar masalah lingkungan. Ini adalah cerminan dari kegagalan kolaborasi antara pihak pemerintah, khususnya DPRD Dumai, dan masyarakat dalam menjaga aset ekologi yang berharga.

DPRD, sebagai institusi yang memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, tampak absen dalam menanggapi isu ini, meskipun aspirasi masyarakat telah disampaikan secara terang-terangan.

Kerusakan lingkungan aliran sungai seperti Nerbit Kecil tidak hanya mencederai ekosistem tetapi juga menghilangkan jejak budaya yang terkandung di dalamnya. Sungai yang dulunya menjadi nadi kehidupan kini diancam oleh kegiatan korporasi yang diduga melakukan penimbunan hingga beredar kabar mengenai praktik jual beli aliran sungai. Fenomena ini mencerminkan lemahnya regulasi dan pengawasan terhadap perlindungan lingkungan.

Lebih lanjut, absennya tanggapan dari DPRD Dumai hingga artikel ini diterbitkan memunculkan pertanyaan besar: apakah isu lingkungan sudah tidak lagi menjadi prioritas? Penelusuran terhadap kegiatan DPRD selama sebulan terakhir menunjukkan bahwa mereka sibuk dengan berbagai agenda, tetapi tidak satu pun yang secara eksplisit membahas persoalan Sungai Nerbit Kecil. Hal ini menimbulkan kesan bahwa kepentingan ekologi kalah bersaing dengan agenda lain yang dianggap lebih penting.

Tindakan perusahaan yang merusak lingkungan tanpa memperhatikan dampak jangka panjang adalah cerminan dari pendekatan pembangunan yang tidak berkelanjutan. Selain itu, ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan aturan lingkungan memberikan ruang bagi kerusakan ekosistem untuk terus terjadi.
Rekomendasi :

1. Pemulihan Ekologis Sungai: DPRD dan pemerintah daerah harus memprioritaskan upaya rehabilitasi aliran Sungai Nerbit Kecil. Proses ini harus melibatkan para ahli lingkungan, masyarakat, dan lembaga independen untuk memastikan sungai dikembalikan ke kondisi semula.

2. Penegakan Hukum: Jika benar aliran sungai diperjualbelikan, maka tindakan hukum harus segera diambil terhadap pihak-pihak yang terlibat. Regulasi terkait perlindungan aliran sungai harus ditegakkan dengan tegas.

3. Transparansi dan Komunikasi: DPRD perlu memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang langkah yang diambil terkait persoalan ini. Jika ada kendala prosedural, masyarakat harus diberi informasi jelas mengenai mekanisme untuk melaporkan atau mendorong pengambilan tindakan.

4. Penguatan Regulasi Lingkungan: Pemerintah daerah harus mengevaluasi ulang kebijakan terkait perlindungan lingkungan untuk memastikan bahwa aktivitas perusahaan tidak mengorbankan kepentingan ekosistem dan masyarakat.

Sungai Nerbit Kecil kini menanti keputusan yang akan menentukan nasibnya. Apakah ia akan tetap menjadi simbol budaya dan ekologi atau justru terkubur oleh keserakahan manusia? Jawaban ada di tangan pemerintah, masyarakat, dan perusahaan untuk bersama-sama menjaga warisan lingkungan yang tak ternilai ini.

 

Oleh: Irwandi Azis, Pengamat dan Akademisi