Sorotlensa.com, DUMAI – Kecelakaan Kerja terjadi di PT. Wilmar pada selasa (15/4) lalu memakan korban, dua orang korban dan satu diantaranya meninggal dunia dengan luka bakar serius hingga 90 persen.
Dari Informasi yang didapat, laka kerja tersebut berasal dari mesin boiler pendingin yang meledak. Kedua korba langsung dilarikan ke Rumah Sakit, dikarenakan luka serius, salah satu korban dirujuk ke RS Awal Bros Pekanbarun. Namun malang, nyawanya tidak tertolong diduga akibat luka bakar yang cukup parah.
Mendapat informasi, awak media ini mencoba meminta konfirmasi Pihak PT. Wilmar melalui humasnya Marwan Anugerah, dan mengatakan akan memberikan jawaban usai berkordinasi dengan management.
“Nanti aku infokan, ni aku masih kordinasikan jawaban konfirmasi,” jawab Marwan singkat.
Terkait laka kerja ini, beberapa unsur masyarakat menyesalkan adanya hak ini dan terkesan ditutupi. Salah satunya kecaman dari Ketua LSM MAUNG Provinsi Riau Wan Ade Syahputra meminta keterbukaan atas informasi laka kerja yang memakan korban jiwa tersebut.
“Sikap Humas PT Wilmar terkesan menghindar dari keterbukaan informasi. Padahal ini kejadian sangat serius. Ada nyawa yang hilang di tempat kerja, dan publik berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Wan Ade dilansir dari Obrolan.ID
Ia menegaskan bahwa kecelakaan kerja seperti ini tidak boleh dianggap sepele. Bila perusahaan tidak mampu menjamin keselamatan pekerjanya, maka sistem yang ada perlu ditinjau ulang secara menyeluruh.
“Jika kejadian seperti ini terus berulang dan tak ada langkah nyata dari perusahaan, maka ini bukan lagi soal kelalaian, tapi sudah masuk ke dalam persoalan sistemik. Dan harus ada audit menyeluruh terhadap sistem keselamatan kerja di lingkungan PT Wilmar,” tegasnya.
Insiden kecelakaan kerja Wilmar kali ini juga menjadi pengingat bahwa masih banyak perusahaan besar yang perlu meningkatkan standar keselamatan kerja (K3).
Apalagi, perusahaan-perusahaan dengan aktivitas berisiko tinggi seperti pengolahan minyak sawit dan kimia, tempat PT Wilmar beroperasi, seharusnya memiliki sistem pengamanan yang sangat ketat dan tidak kompromi terhadap aspek keselamatan.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, ribuan kasus kecelakaan kerja terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Sayangnya, tidak semua kasus mendapatkan perhatian luas, kecuali jika sudah memakan korban jiwa. Padahal, setiap kecelakaan merupakan bukti nyata bahwa masih ada celah dalam implementasi K3 di lapangan.
Kematian seorang pekerja dalam kecelakaan kerja Wilmar ini pun menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari perusahaan mengenai kompensasi atau pertanggungjawaban terhadap keluarga. Hal ini tentu menambah kekecewaan masyarakat dan pemerhati ketenagakerjaan.
Warga sekitar perusahaan juga mulai mempertanyakan langkah konkret dari manajemen Wilmar. Apakah insiden ini hanya akan menjadi satu dari sekian banyak catatan kelam yang tidak pernah ditindaklanjuti secara serius? Atau akan menjadi titik balik agar perusahaan benar-benar memperbaiki sistem dan mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan?
Pihak berwenang diharapkan segera turun tangan. Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau didesak untuk melakukan investigasi mendalam. Audit terhadap sistem operasional dan keselamatan kerja perlu dilakukan secepatnya agar kejadian seperti kecelakaan kerja Wilmar ini tidak kembali terulang.
Masyarakat juga menantikan transparansi dan tanggung jawab dari perusahaan. Keterbukaan informasi tidak hanya penting untuk memberikan kejelasan, tetapi juga menunjukkan komitmen terhadap etika dan kepedulian pada sumber daya manusia yang menjadi tulang punggung operasional perusahaan.
Tragedi ini adalah sebuah alarm keras. Bukan hanya untuk PT Wilmar, tapi juga bagi seluruh perusahaan di Indonesia agar lebih serius memperhatikan keselamatan pekerjanya. Tidak ada keuntungan atau produksi yang sepadan dengan hilangnya satu nyawa manusia.
Semoga dengan adanya insiden kecelakaan kerja Wilmar, kesadaran terhadap pentingnya sistem kerja yang aman bisa meningkat. Karena keselamatan bukan hanya sekadar kewajiban perusahaan, tetapi juga hak mendasar setiap pekerja.
Editor : Redaksi



