Ilustrasi rumah kos-kosan yang asri |
DUMAI – Usaha rumah kos-kosan saat ini menjadi ladang bisnis untuk menambah pundi kekayaan bagi pengusaha properti.
Bagaikan wanita nan rupawan yang harus tertawan oleh para pria, usaha kosan jadi primadona, sehingga kian waktu usaha tersebut tumbuh subur bagaikan jamur di negara ini.
Para pengusaha seakan berlomba-lomba untuk membangun bangunan kotak-kotak yang bertingkat tersusun rapi ini dengan pagar yang cukup tinggi dilengkapi penjagaan, terkesan mirip seperti kamar hotel melati sehingga dirasa aman dan nyaman saat warga hendak beristirahat.
Nilai kamar pun dibanderol bervariatif, mulai dari kamar yang standar hingga ekslusif, karena dibarengi fasilitas kamar mandi yang memadai, pendingin ruangan, perabotan, televisi dan jaringan nirkabel internet (WiFi).
Sedangkan untuk perharinya bisa dirupiahkan dengan uang ratusan ribu.
Penyewa hanya perlu menyesuaikan kebutuhan dan budget yang dimiliki
Tentu saja usaha ini menyasar kepada warga pendatang yang memerlukan tempat tinggal dalam waktu tertentu atau sementara dengan biaya terbatas.
Peluang mendapatkan keuntungan besar dengan perputaran uang yang cepat, karena pada umumnya pembayaran kos ditentukan dengan sistem pembayaran per bulan, per tiga bulan, setengah tahun atau bahkan per tahun.
Belum lagi peminat kosan takkan pernah habis, karena dijadikan pilihan tepat bagi mereka yang membutuhkan tempat tinggal di kota rantau.
Hanya saja bisnis ini tidak dilirik oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Dumai untuk menyerap pendapatan asli daerah (PAD) melalui sektor pajak usaha tersebut.
Menurut salah seorang penggiat ekonomi Kota Dumai, Fattahudin kepada sorotlensa.com, Selasa (4/2/2020) mengatakan usaha rumah kosan ini sudah menjurus ke usaha perhotelan.
Sudah seharusnya usaha ini dikenakan pajak retribusi daerah serta pajak penghasilan yang berlaku di setiap hotel.
Untuk di Dumai saja ada 50 titik usaha rumah kos-kosan yang tersebar. Satu rumah kosan saja dibangun lima hingga 20 kamar.
Menurutnya jika pajak rumah kosan ini mampu digarap oleh pemerintah, tentu saja akan mendapatkan PAD yang cukup signifikan demi menunjang program pembangunan kedepan.
“Bayangkan saja dari 50 rumah kosan tersebut, jika sebagian saja terisi, sudah berapa yang didapat oleh pelaku usaha,”sebutnya bertanya.
Untuk itu dirinya berharap agar pihak terkait mampu mengagarap pajak dari sektor usaha rumah kostan ini.
“Karena hingga saat ini belum ada PAD yang mampu dihasilkan pemerintah setempat,”ucapnya.
Marjoko Santoso selaku Kepala Bapenda Kota Dumai saat dikonfirmasi belum bersedia memberikan jawaban.
“Silahkan langsung tanyakan sama kabid bersangkutan karena beliau yang lebih mengetahuinya,”ujarnya singkat.
Terlepas dari bisnis menggiurkan, bisnis kos-kosan tersebut, memang ada kewajiban yang harus dipenuhi pemilik usaha, salah satunya pajak.
Tertuang pada pasal 1 UU nomor 28 tahun 2009 mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah atau UU PDRD.
Pada peraturan tersebut dijelaskan terkait pajak hotel, yaitu hotel yang dimaksudkan adalah berupa fasilitas penyedia jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa serupa yang dipungut biaya.
Hotel dalam peraturan tersebut juga diartikan sebagai motel, losmen, rumah penginapan maupun rumah kos dengan jumlah ruang tidur atau kamar lebih dari sepuluh.
Sehingga bisa dipahami bahwa usaha kos-kosan yang dikenai pajak adalah usaha kos dengan skala yang cukup besar yaitu memiliki jumlah kamar lebih dari sepuluh.
Sedangkan kosan kurang dari 10 kamar, juga belum tentu terbebas dari yang namanya pajak.
Berdasarkan pada pajak penghasilan (PPh) pasal 4 ayat 2 yang mengatur bahwa penghasilan atau pendapatan dari transaksi atau pengalihan aset dalam bentuk tanah atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah atau bangunan termasuk ke dalam objek pajak.
Jadi untuk bisnis kos-kosan baik dalam skala besar maupun kecil tetap dikenakan pajak.(red)