HMI UIR Kritik Gubernur dan Sekdaprov Riau Bangun Dinasti Politik

Muhammad Ikram

PEKANBARU – Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Islam Riau (UIR), Muhammad Ikram mengkritik tindakan dan kebijakan Gubernur Riau Syamsuar dan Sekda Provinsi Riau Yan Prana Jaya Indra Rasyid yang terkesan membangun dinasti politik.

Sebagaimana diketahui pada Selasa, 7 Januari 2020 di ballroom lantai III Bank Riau-Kepri, Pemprov Riau melalui Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution melantik 737 pejabat eselon III dan IV, pejabat fungsional dari seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) termasuk pejabat pindahan dari kabupaten dan kota di Riau.

Di antara ratusan pejabat yang dilantik dan diambil sumpahnya, ternyata menantu sang Gubri yang sebelumnya hanya sebagai staf biasa di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Riau, Tika Rahmi Syafitri yang dilantik sebagai Kepala Sub Bagian Retribusi di Bapenda Riau.

Kemudian si Sekda Yan Prana Jaya juga membawa sang istri Fariza sebagai Kepala Bidang Pengembangan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau.

Ia juga memboyong sang kakak kandung Praaurya Darma sebagai Sekretaris Dinas Sosial Provinsi Riau dan terakhir adiknya Dedi Herman sebagai Kepala Bidang Oprasional Satpol PP Provinsi Riau.

Tindakan keduanya itu menurut Ikram, merupakan membangun dinasti keluarga dalam struktur birokrasi yang sering disebut dengan Dinasti Politik.

Lebih lanjut lagi, tindakan seperti ini sangat melenceng dari prinsip Good Government (pemerintah yang baik) Clean Government (pemerintah yang bersih) dan Akuntabilitas (pertanggungjelasan) serta dalam etika politik ini sangat melanggar dan merusak tatanan birokrasi di Provinsi Riau.

Maka dari itu, Ikram berpendapat pejabat Riau harus melihat sejarah tiga gubernur Riau yang pernah tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Belajar (KPK) dari oendahulunya yakni Saleh Djasit, Rusli Zainal dan Annas Maamun yang sudah terjerat korupsi karena telah membangun dinasti.

Membangun dinasti politik, urai Ikram, merupakan praktek nepotisme yang rentan berujung pada terjadinya tindak pidana korupsi.

“Tindakan Gubri dan Sekdaprov Riau merupakan bentuk nepotisme yang dilarang oleh UU tentang penyelenggaraan negara yang bebas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Aroma nepotisme rentan berujung pada terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Ikram, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/1/2020).

Berkaca pada budaya Melayu, sambungnya, Riau adalah Negeri Melayu yang berbudaya dan bermarwah. “Mari jaga budaya melayu Riau dari tindakan nepotisme,”tuturnya mengakhiri.(rls/ari)