Eko Saputra SH, selaku Industrial Relation Analyst dan Juga sebagai Advokat |
DUMAI – Sampai saat ini RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja belum disahkan, namun penolakan terhadap RUU tersebut sepertinya terus mengalir begitu kencang dari berbagai pihak ada yang pro maupun kontra terjadi.
Buruh/pekerja merupakan pihak yang bersinggungan langsung dengan RUU Omnibus Law Cipta lapangan Kerja tersebut, sehingga wajar jika Organisasi Buruh/pekerja seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang tengah digodok oleh Pemerintah dan DPR RI.
Setidaknya terdapat 6 poin yang membuat KSPI sebagaimana diungkapkan Siad Iqbal sehingga menolak RUU tersebut, yaitu:
Mengisyaratkan penghapuskan sistem upah minumun Akan menghilangkan pesangon
Akan terjadi penggunaan sistem outsourcing atau kontrak lepas dan karyawan kontrak. Hal itu dikarenakan, RUU Cipta Lapangan Kerja membolehkan semua jenis pekerjaan menggunakan sistem kontrak dan bisa dikontrak lepaskan. Akan menghilangkan hak jaminan sosial, serta sanksi pidana bagi pengusaha.
Eko Saputra SH, selaku Industrial Relation Analyst dan Juga sebagai Advokat menilai kurang dilibatkannya buruh/pekerja dalam pembahasan RUU Omnibus Law dapat dikatakan sebagai alasan utama mengapa banyak buruh/pekerja menolak RUU tersebut.
“Saya fikir seharusnya buruh/pekerja perlu harus banyak dilibatkan dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sehingga mereka dapat memberikan masukan serta mengetahui sejauh mana hak-hak ketenagakerjaan mereka yang dihapus atau ditambahkan karena mereka sendiri yang tahu problemnya dimana,” ujar Eko Saputra pada Jum’at (13/03/2020).
Pengacara Muda dan Juga Industrial Relation Analyst menambahkan bahwa RUU Omnibus Law ini tetap kita dukung apabila memenuhi 2 (dua) aspek, yaitu aspek formil dan materiil apalagi demi pembangunan dan kelancaran pemerintah dalam kegiatan jangka panjang maupun jangka pendek dalam percepatan ekonomi.
“Kalau saya pribadi setuju dengan Omnibus Law sepanjang memenuhi 2 (dua) aspek yang saya katakan tadi, yaitu aspek formil pembuatan dan pembahasannya melibatkan seluruh pemangku kepentingan ketenagakerjaan seperti pengusaha, asosiasi pengusaha, buruh/pekerja, serikat buruh/pekerja serta akademisi – akademisi ketenagakerjaan. Sedangkan aspek materiil-nya (substansi), perlu dijaga dan dipastikan tujuan utama dibuatnya Omnibus Law ini adalah untuk kepentingan bersama dan tidak untuk kepentingan yang sifatnya transaksional serta banyak merugikan buruh/pekerja nantinya dan mestinya pemerintah harus terbuka dalam hal itu,” terang Eko
Menurutnya, apabila aspek formil dan aspek materiil ini terpenuhi, maka Omnibus Law yang digagas dapat menjadi win-win solution bagi pengusaha dengan buruh/pekerja kedepannya.
“2 Aspek tersebut dipenuhi, maka Omnibus Law yang disahkan nantinya dapat menjadi win-win solution bagi pengusaha dengan buruh/pekerja,” lanjutnya.
Selain itu, Ia mengatakan tidak masalah jika tujuan utama dari dibuatnya Omnnibus Law adalah untuk mempermudah Investasi. Namun, mempermudah investasi tersebut perlu tetap menjamin terpenuhinya hak-hak buruh/pekerja.
“Selama ditujukan untuk menjaga keberlanjutan dunia usaha/ investasi dengan tetap menjamin terpenuhinya hak-hak buruh/pekerja dan beserta keluarganya, maka perlu didukung. Posisi buruh/pekerja tidak boleh dijadikan sebagai objek tetapi wajib sebagai subjek.” ujarnya lagi.
“Setidaknya apabila RUU Omnibus Law benar-benar disahkan, maka Eko Saputra berharap UU Omnibus Law benar-benar memberikan manfaat tidak hanya bagi negara serta pengusaha, namun juga memberikan manfaat kepada buruh/pekerja.”tutupnya