“Ambisius” Kekuasaan Sang Kepala Sekolah

Ilustrasi ASN terlibat politik praktis.(net)

Baru baru ini kita dikejutkan oleh beredarnya kabar tentang perangai buruk seorang tenaga pendidik di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Dumai.

Persisnya perangai ambisius Elly Sukarelawaty seorang Kepala SMPN 15 Dumai yang terkesan melakukan kampanye terselubung di sekolah milik pemerintah tersebut.

Padahal sesuai dengan undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu pasal 280 ayat 1 huruf h yang berbunyi, pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Selain aturan diatas pada UU nomor 10 tahun 2016, UU nomor 5 tahun 2014, Perbawaslu nomor 2 tahun 2015. dan  PP 42 tahun 2004, PP 52 tahun 2010, surat  edaran Menpan RB, Surat Edaran Medagri. Berbagai aturan tersebut, dengan  jelas-jelas melarang adanya PNS ikut terlibat dalam aksi dukung-mendukung.

Aturan ini mengikat dan berkekuatan  hukum dalam arti aparatur sipil negara (ASN) diminta dan wajib hukum nya untuk menjaga netralitas pada pemilihan umum (Pemilu) legislatif maupun kepala daerah dan presiden.

Harusnya selaku pengajar dan pendidik, Elly Sukarelawaty memberikan contoh yang baik pada anak didiknya agar setiap warga negara taat dan patuh terhadap sebuah undang undang yang telah disahkan bukan malah sebaliknya.

Ambisi untuk tetap pada puncak kekuasaan dan terkesan mengabaikan etika serta aturan yang ada merupakan bukti nyata betapa bobroknya mental seorang tenaga pendidik, hanya demi sebuah kekuasaan rela menghalalkan segala cara dan melanggar aturan yang ada.

Terungkapnya politik praktis yang dilakukan Kepala Sekolah SMPN 15 Dumai ini pada saat pertemuan antara komite sekolah dengan para wali murid.

Pada pertemuan tersebut Elly membagikan kalender kepada peserta yang hadir bergambarkan salah seorang calan legislatif (caleg) DPRD Kota Dumai dari partai yang saat ini menjadi bagian dari pemerintahan Kota Dumai.(dikutip dari Global Riau.com)

Ditelusuri lebih dalam ternyata caleg yang dimaksud merupakan suami dari kepala sekolah tersebut.

Mengutip pernyataan Rusidi Rusdan Lubis, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau apa yang dilakukan Elly merupakan pelanggaran berat dan bisa dikenakan sanksi pemecatan.

“Adapun sanksinya ada berupa hukuman disiplin. Dari hukuman disiplin memiliki tiga tingkatan, yakni ringan, sedang dan berat. Bila terbukti melakukan pelanggaran yang sudah ditentukan, sanksi terberatnya berupa pemecatan secara tidak hormat,” tegas Rusidi.(dikutip dari detikcom pada tahun ini)

Kinerja Bawaslu saat ini tengah diuji, keberanian lembaga ini ditunggu ratusan ribu masyarakat Dumai, jika Bawaslu berani mengatakan dan mengambil sebuah keputusan apakah ini sebuah pelanggaran atau tidak sesuai fakta yang ada merupakan trend positif dari sebuah lembaga negara.

Jika persoalan ini dibiarkan berlarut tanpa ada kepastian, wajar jika masyarakat memberikan penilaian negatif terhadap Bawaslu yang dianggarkan melalui keuangan negara.

Penulis : Tim Redaksi